Hukum ketawa
Ketawa
Oleh: Et-Tamami
....
Pada tulisan kali ini akan disajikan permasalahan-permasalahan fiqh yang berkaitan denga ketawa yang mencangkup; 1) Pengertian Ketawa; 2) Macam-Macam Ketawa; 3) Hukum Ketawa; 4) Ketawa saat Shalat.
Yang baca sampai khatam hatur nuhun katsiran 😊😊😊
---------------------
A. Pengertian Ketawa
Ketawa dalam bahasa Arab adalah الضَّحِكُ yang merupakan bentuk mashdar dari kata ضَحِكَ. Secara bahasa الضَّحِكُ bermakna ekspresi kegembiraan yang nampak dari muka serta terlihatnya gigi disebabkan kebahagiaan(1). Secara istilah tidak jauh berbeda dengan makna bahasanya.
---------------------
B. Macam-Macam Ketawa
Ketawa menurut ulama terbagi menjadi dua yaitu الْقَهْقَهَة dan التَّبَسُّمُ yang akan sojelaskan sebagai berikut;
1) Ketawa الْقَهْقَهَة secara bahasa adalah tertawa berulang-ulang atau tertawa dengan keras(2), sedangkan menurut al-Jurjānī adalah ketawa yang terdengar oleh dirinya dan orang di sebelahnya(3).
2) Ketawa التَّبَسُّمُ adalah ketawa tanpa adanya suara atau bisa dikatakan adalah permulaan dari ketawa dan hanya terlihat gigi saja(4) sedangkan menurut al-Jurjānī adalah ketawa yang hanya terdengar oleh dirinya tanpa orang di sebelahnya(5). Kata lain maknanya adalah tersenyum.
------------------
C. Hukum Ketawa
Jika ketawa yang dimaksud adalah التَّبَسُّمُ atau tersenyum hukum asalnya ada boleh sebagaimana kesepakatan para ulama. Ketawa model ini merupakan ketawa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw sebagaimana sebuah khabar yang menerangkan itu(6) begitu juga sabda Rasul bahwa senyum itu merupakan sodaqah(7).
Sedangkan ketawa model الْقَهْقَهَة para ulama memakruhkan bahkan mengharamkan jika berlebihan sesuai sabda Nabi Saw bahwa kebanyakan ketawa dapat mematikan hati(8). Menurut Sayyid Tsābit al-Bunānī bahwa tertawanya seorang yang beriman merupakan bentuk kelalaiannya artinya ia lalai akan perkara akhirat(9).
-----------------
D. Ketawa saat Shalat
Ketawa model التَّبَسُّمُ ulama sepakat tidak membatalkan shalat karena tidak terjadi adanya sebuah ucapan(10). Hal ini berdasarkan sebuah Atsar bahwa pada saat perang Badar Rasululullah Saw tersenyum pada saat shalatnya dikarenakan beliau saat shalat melihat Malaikat Mikail tersenyum kepadanya(11).
Sedangkan ketawa model الْقَهْقَهَة jika nampak dari ketawanya itu dua huruf atau lebih atau huruf yang dipahami maka solatnya batal karena dianggap berbicara; mengingat berbicara dalam shalat itu membatalkan shalat(12).
Sebagai pembanding ada pendapat Yang Ashāh dari Madzhab Syafi'i bahwasanya ketawa model الْقَهْقَهَة tidak membatalkan sama sekali karena tidak memenuhi persyaratan menjadi kalam dalam kaidah bahasa Arab, bahkan tidak jelas hurufnya namun hanya sebagai suara yang menyebabkan lalai(13).
Imam al-Aqfahsiy dari Madzhab Maliki menyatakan bahwa orang yang tertawa saat shalat ia mesti mengulangi shalatnya tanpa perlu mengulangi wudhunya. Sedangkan menurut Imam Asbag masih dalam Madzhab Maliki beliau menerangkan bahwa jika tertawa dalam shalat karena sengaja maka sebaiknya diulangi namun jika lupa diganti dengan sujud Sahwi(14).
Wallahu A'lam
Referensi:
(1) al-Maghrib al-Mathrazi hal. 28
(2) Tartību-l-Qāmūsh al-Muhīth 4/708
(3) al-Ta'rīfāt hal. 230
(4) Raddu-l-Mukhtār 1/98
(5) al-Ta'rīfāt hal. 179
(6) Dikeluarkan oleh Imam at-Turmudzī 5/601
(7) Dikeluarkan oleh Imam at-Turmudzī 4/340
(8) Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 2/1403
(9) Tanbīh al-Ghāfilīn li-l-Samarqandī 1/216
(10) Raddu-l-Mukhtār 1/98; Mawāhibu-l-Jalīl 2/33; Nihāyatu-l-Muhtāj 2/34.
(11) Dikeluarkan oleh al-Haytsamī dalam Majma' al-Zawāid 6/83.
(12) Ibnu 'Abidīn 1/97-98; Mawāhibu-l-Jalīl 2/43; Nihāyatu-l-Muhtāj 2/34; al-Mughnī 2/51.
(13) Raddu-l-Mukhtār 1/98; Mawāhibu-l-Jalīl 2/33; Nihāyatu-l-Muhtāj 2/34.
(14) Mawāhibu-l-Jalīl 2/330
Komentar
Posting Komentar